Omnibus Law UU Kesehatan sebagai Langkah Strategis Baru bagi Sektor Kesehatan di Indonesia

Inti sari

Dalam mempersiapkan diri pada babak baru pasca Covid-19, Pemerintah Indonesia telah menyiapkan regulasi yang dapat mengakomodasi fenomena sektor bisnis kesehatan yang ada sekarang. Pada tanggal 8 Agustus 2023, Pemerintah telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (“UU Kesehatan“), yang merupakan pengganti dari Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan serta 10 undang-undang lainnya terkait penyelenggara pelayanan kesehatan. Sebagai langkah untuk mempercepat pembentukannya, Pemerintah menggunakan metode Omnibus Law pada UU Kesehatan ini, sehingga publik menyebutnya sebagai ‘Omnibus Law UU Kesehatan’. Omnibus Law merupakan metode pembentukan perundangan-undangan yang terdapat pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan-Undangan.

 

Berdasarkan UU Kesehatan, Sektor Kesehatan meliputi Penyelenggaraan Rumah Sakit, Sumber Daya Manusia, Obat-obatan dan Alat Kesehatan (Alkes), Pelayanan Kesehatan melalui Telemedisin, Medical Tourism dan Tindakan Hukum Korporasi Kesehatan yang dapat di jatuhi pidana.

 

Bentuk Rumah sakit

UU Kesehatan membagi Rumah Sakit (RS) menjadi beberapa jenis. Sebelumnya, publik hanya mengenal RS Pemerintah Pusat dan RS Pemerintah Daerah. UU Kesehatan kemudian menambahkan juga jenis Rumah sakit yang diselenggarakan oleh Masyarakat sebagaimana disebutkan pada Pasal 185 ayat (1). Selanjutnya ayat (3) disebutkan bahwa yang dimaksud dengan RS yang diselenggarakan masyarakat adalah “Rumah Sakit yang didirikan oleh masyarakat harus berbentuk badan hukum yang kegiatan usahanya hanya bergerak di bidang pelayanan kesehatan”.

 

Sumber Daya Manusia dalam Sektor Kesehatan

Dalam UU Kesehatan, Pemerintah mencoba menangkap fenomena pada sektor kesehatan terkait dengan kesukaran para Tenaga Kesehatan untuk mendapatkan Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP) sehingga hal tersebut dinilai memperlambat percepatan Bisnis Kesehatan yang ada sekarang. Menyikapi hal tersebut, Pemerintah mewadahi untuk Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan di antaranya:

  1. Sebagaimana Pasal 260 ayat (1) UU Kesehatan, Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan (TMTK) wajib memiliki STR, yang mana berdasarkan ayat (4), STR tersebut berlaku seumur hidup;
  2. Sebagaimana Pasal 263 ayat (3) UU Kesehatan, bahwa SIP diterbitkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, namun pada ayat (4) juga diatur bahwa dalam kondisi tertentu, Menteri dapat menerbitkan SIP tersebut. Selanjutnya, ayat (5) mengatur bahwa dalam rangka menerbitkan SIP, Pemerintah Pusat melibatkan Pemerintah Daerah kabupaten/kota dalam menetapkan kuota setiap TMTK.

Dengan demikian, Pemerintah telah memberikan kemudahan terkait dengan penerbitan STR dan perpanjangannya yang dahulu ada masa berlakunya, berubah menjadi seumur hidup. Selain itu, dalam penerbitan SIP tidak lagi membutuhkan rekomendasi dari organisasi profesi terkait.

 

Lebih lanjut, UU Kesehatan juga mengatur terkait Pendayagunaan TMTK dari dalam negeri maupun luar negeri. TMTK lulusan luar negeri (bagi WNI maupun WNA) maupun TMTK lulusan dalam negeri (bagi WNA) harus melakukan Registrasi dan memiliki Perizinan Praktik untuk dapat melakukan upaya medis dan klinis di Indonesia. Sebagaimana diatur dalam Pasal 243 UU Kesehatan, TMTK WNI lulusan luar negeri, tidak memerlukan evaluasi kompetensi bila TMTK merupakan lulusan dari penyelenggara pendidikan yang sudah diakui dan telah menjalani praktik paling singkat 2 tahun atau memiliki keahlian dalam pelayanan kesehatan. Selanjutnya berdasarkan Pasal 248, TMTK WNA Lulusan Luar Negeri yang dapat melaksanakan praktik di Indonesia hanya berlaku untuk Tenaga Medis spesialis dan sub spesialis serta Tenaga Kesehatan tingkat kompetensi tertentu, apabila telah mengikuti evaluasi kompetensi. Kemudian Pasal 250 memberikan pengecualian atas kewajiban mengikuti evaluasi kompetensi bagi Tenaga Medis spesialis dan sub spesialis serta Tenaga Kesehatan tingkat kompetensi tertentu WNA lulusan luar negeri yang merupakan lulusan dari penyelenggara Pendidikan di luar negeri yang sudah di rekognisi dan telah praktik paling singkat 5 tahun di luar negeri. Dan berdasarkan Pasal 244, TMTK WNI lulusan luar negeri yang telah menyelesaikan evaluasi kompetensi, dapat melakukan praktik di Indonesia dengan memerlukan STR dan SIP sesuai ketentuan dalam UU Kesehatan.

 

Farmasi dan Alat kesehatan

Pemerintah mengatur terkait kefarmasian dan Alat kesehatan dengan memaksimalkan peran pemerintah daerah dan masyarakat sebagai berikut:

  1. Pemerintah Pusat dan daerah memberikan kemudahan berinvestasi bagi pengusaha dibidang alat kesehatan terkait dengan fiskal dan non fiskal. Insentif fiskal seperti pengurangan pajak dan penghapusan biaya masuk [Pasal 326 ayat (4) UU Kesehatan];
  2. Pemerintah Pusat dan Daerah memberikan kemudahan dalam penyelenggaraan hilirisasi penelitian nasional untuk menaikkan daya saing industri Sediaan Farmasi dan Alat kesehatan [Pasal 329 ayat (1) UU Kesehatan];
  3. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah memberikan dukungan bagi institusi dan/atau masyarakat yang melakukan investasi penelitian kefarmasian dan Alat kesehatan [Pasal 329 ayat (5) UU Kesehatan]

 

Pelayanan Kesehatan melalui Telemedisin

Pemerintah mengatur lebih baik dan lebih modern dengan mengikuti perkembangan sektor kesehatan global mengenai Telekesehatan dan Telemedisin. Belajar dari fenomena Pandemi Covid-19, Pemerintah mencoba menyempurnakan dan memasukkan regulasi lama dalam undang-undang ini yang sebelumnya belum terakomodasi, di antaranya :

  1. Adanya istilah Telekesehatan, yang salah satunya meliputi Telemedisin sebagai bagian dari penanganan klinis oleh TMTK [Pasal 25 ayat (2) UU Kesehatan];
  2. Telekesehatan dan Telemedisin merupakan salah satu Fasilitas pelayanan kesehatan [Pasal 172 ayat (1) UU Kesehatan];
  3. Telemidisin dilakukan tidak hanya antar-Fasilitas Pelayanan Kesehatan tetapi juga antar-Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan Masyarakat [Pasal 172 ayat (3) UU Kesehatan].

 

Tindak Pidana Korporasi

Dalam UU Kesehatan, Tindak Pidana Korporasi juga telah ditambahkan dalam undang-undang ini dan merupakan hal baru dalam suatu undang-undang dikarenakan penyesuaian dari KUHP baru yang sudah disahkan sebelumnya walaupun masih berlaku 3 tahun pasca disahkan di DPR RI. Adapun yang mengatur terkait Pidana korporasi, di antaranya :

    1. Korporasi dikenai pertanggungjawaban secara pidana terhadap perbuatan yang dilakukan untuk dan/atau atas nama korporasi jika perbuatannya termasuk dalam lingkup usaha sebagaimana anggaran dasar yang berlaku bagi korporasi yang bersangkutan [Pasal 447 Ayat (3) UU Kesehatan];
    2. Korporasi dapat dikenakan pidana atas tindak pidana yang dilakukannya berupa:
        • Dilakukan dalam rangka pemenuhan maksud dan tujuan korporasi;
        • Diterima sebagai kebijakan korporasi; dan/atau
        • Digunakan untuk menguntungkan korporasi secara melawan hukum

      [Pasal 447 ayat (4) UU Kesehatan];

    3. Korporasi juga dapat dikenai pidana tambahan berupa:
      • Pembayaran ganti rugi;
      • Pencabutan izin tertentu; dan/atau
      • Closing all or part of business premises and/or corporate activities (Article 448 of the Health Law).

 

Pelayanan Kesehatan sebagai Pendukung Perkembangan Bisnis Pariwisata

Dalam UU Kesehatan, selain memperkenalkan hal baru dalam bisnis kesehatan, juga mengakomodasi bisnis pariwisata yang lagi up to date di beberapa negara melalui medical tourism. Hal ini membuka peluang bisnis yang baik antara kesehatan dan pariwisata sebagai bentuk elaborasi bisnis yang akan berjalan baik dengan mengelaborasikan pengobatan modern dan pengobatan tradisional yang mana hal tersebut akan terus berkembang baik dari TMTK dan Alkes yang memadai serta dapat berdaya saing baik pada bidang teknologi maupun informasi. Di sisi lain, pariwisata terus berbenah dalam menjaga pariwisata yang sudah ada atau menemukan obyek-obyek pariwisata yang baru serta meningkatkan kembali promosi obyek wisata kita, sehingga wisatawan asing yang datang tidak hanya berobat melainkan mendapatkan pengalaman wisata yang baik ketika berkunjung ke Indonesia.

 

Undang-undang kesehatan adalah suatu langkah strategis pemerintah untuk memberikan percepatan kepada perkembangan bisnis kesehatan dan membuka peluang investasi seluasnya terhadap pelaku usaha sehingga dapat berinvestasi dengan nyaman, baik terhadap alkes, farmasi, fasilitas kesehatan maupun medical tourism.

 


 

Kontak :

Pebri Kurniawan
Partner
pebrikurniawan@resolva.law

 

 

Dimas Satrio Budi Utomo
Senior Associate
dimasoflaw@resolva.law

Sellina Nanda Triwardani
Junior Associate
sellyn@resolva.law

Unduh Dokumen

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top