Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dalam Aspek Penggunaan Tenaga Kerja Asing

Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“Omnibus Law”) merupakan undang-undang yang ditandatangani oleh Presiden Republik Indonesia dan mulai berlaku sejak tanggal 2 November 2020. Tujuan dari dibuatnya undang-undang ini adalah untuk mengurangi banyaknya prosedur dan administrasi yang menjadi penghalang bagi investasi di Indonesia, terutama dalam hal penanaman modal asing.  Dengan tujuan tersebut, dibuatlah Omnibus Law, yang mana undang-undang ini merevisi puluhan undang-undang yang telah ada sebelumnya. Salah satu yang termasuk dalam undang-undang yang direvisi adalah Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”).

 

Terdapat beberapa poin yang perlu diperhatikan oleh pemberi kerja atau pengusaha terkait perubahan Omnibus Law terhadap UU Ketenagakerjaan, yaitu:

  1. Penggunaan tenaga kerja asing (“TKA”);
  2. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu;
  3. Alih daya;
  4. Waktu kerja, waktu istirahat, dan cuti;
  5. Upah; dan
  6. Pemutusan Hubungan Kerja.

Tulisan ini akan membahas tentang poin penggunaan TKA di Indonesia yang diubah oleh Omnibus Law terhadap UU Ketenagakerjaan.

 

Omnibus Law mengubah ketentuan terhadap UU Ketenagakerjaan terkait dengan proses perekrutan TKA. Penggunaan TKA diatur sebelumnya pada Bab VIII UU Ketenagakerjaan tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing. Hal paling menjadi sorotan terkait perubahan Omnibus Law pada poin penggunaan TKA adalah terhadap isi Pasal 42 UU Ketenagakerjaan. Isi ketentuan dari Pasal 42 UU Ketenagakerjaan yang mengatur terkait penggunaan TKA adalah sebagai berikut:

 

Pasal 42

  • Setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memiliki izin tertulis dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
  • Pemberi kerja orang perseorangan dilarang mempekerjakan tenaga kerja asing.
  • Kewajiban memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), tidak berlaku bagi perwakilan negara asing yang mempergunakan tenaga kerja asing sebagai pegawai diplomatik dan konsuler.
  • Tenaga kerja asing dapat dipekerjakan di Indonesia hanya dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu.
  • Ketentuan mengenai jabatan tertentu dan waktu tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
  • Tenaga kerja asing sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) yang masa kerjanya habis dan tidak dapat di perpanjang dapat digantikan oleh tenaga kerja asing lainnya.

 

Ketentuan dari Pasal 42 UU Ketenagakerjaan kemudian diubah oleh Omnibus Law, sehingga menjadi berbunyi sebagai berikut:

 

Pasal 42

  • Setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memiliki rencana penggunaan tenaga kerja asing yang disahkan oleh Pemerintah Pusat.
  • Pemberi kerja orang perseorangan dilarang mempekerjakan tenaga kerja asing. 

  • Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi:
  1. direksi atau komisaris dengan kepemilikan saham tertentu atau pemegang saham sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan;
  2. pegawai diplomatik dan konsuler pada kantor perwakilan negara asing; atau
  3. tenaga kerja asing yang dibutuhkan oleh pemberi kerja pada jenis kegiatan produksi yang terhenti karena keadaan darurat, vokasi, perusahaan rintisan (start-up) berbasis teknologi, kunjungan bisnis, dan penelitian untuk jangka waktu tertentu.
  • Tenaga kerja asing dapat dipekerjakan di Indonesia hanya dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu serta memiliki kompetensi sesuai dengan jabatan yang akan diduduki.
  • Tenaga kerja asing dilarang menduduki jabatan yang mengurusi personalia.
  • Ketentuan mengenai jabatan tertentu dan waktu tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

 

Dari ketentuan ini dapat dilihat Omnibus Law mengubah ketentuan terkait perekrutan dari TKA. Sebelumnya, berdasarkan pengaturan dari UU Ketenagakerjaan, proses perekrutan TKA oleh perusahaan harus melalui beberapa tahapan, yaitu dengan mengajukan Rencana Penggunaan TKA (“RPTKA”) dan mendapatkan izin tertulis dari Menteri. Dengan diubahnya ketentuan ini oleh Omnibus Law, proses perekrutan TKA hanya memerlukan RPTKA yang disahkan oleh Pemerintah Pusat, tanpa perlu memperoleh izin tertulis dari Menteri lagi. Dengan dihapusnya syarat untuk memperoleh izin tertulis sehubungan dengan penggunaan TKA dari Menteri ini dinilai bahwa pemerintah telah melonggarkan persyaratan penggunaan TKA. Namun di sisi lain dapat dinilai pula bahwa penghapusan syarat ini telah sesuai dengan tujuan dibuatnya Omnibus Law, yaitu untuk mengurangi banyaknya prosedur administratif yang menghambat jalannya Investasi di Indonesia.

 

Penghapusan persyaratan ini bukanlah merupakan hal yang baru diatur dalam Omnibus Law. Ketentuan ini telah diatur sebelumnya dalam Peraturan Presiden No. 20 Tahun 2019 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (“Perpres 20/2018”). Perpres 20/2018 telah mengatur bahwa Pemberi Kerja kepada TKA wajib memiliki RPTKA yang kemudian disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk. Pengesahan RPTKA ini merupakan izin untuk mempekerjakan TKA, sesuai dengan ketentuan Pasal 9 Perpres 20/2018. Aturan yang ada di Omnibus Law dapat dikatakan bukanlah hal baru, melainkan mempertegas ketentuan yang telah diatur sebelumnya dalam Perpres 20/2018.

 

Omnibus Law juga memberikan aturan baru terkait penggunaan TKA yang tidak memerlukan RPTKA dalam proses perekrutannya, sebagaimana diatur dalam Pasal 42 ayat (3) perubahan UU Ketenagakerjaan. Pada ayat (3) disebutkan bahwa ketentuan terkait kewajiban memiliki RPTKA dikecualikan bagi:

  1. direksi atau komisaris dengan kepemilikan saham tertentu atau pemegang saham sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan;
  2. pegawai diplomatik dan konsuler pada kantor perwakilan negara asing; atau
  3. tenaga kerja asing yang dibutuhkan oleh pemberi kerja pada jenis kegiatan produksi yang terhenti karena keadaan darurat, vokasi, perusahaan rintisan (start-up) berbasis teknologi, kunjungan bisnis, dan penelitian untuk jangka waktu tertentu.

 

Pengecualian sebagaimana dimaksud pada huruf c, yaitu terhadap tenaga kerja yang dibutuhkan dalam keadaan darurat, vokasi, start-up berbasis teknologi, kunjungan bisnis, dan penelitian ini juga dianggap mempermudah persyaratan penggunaan TKA di Indonesia. Dengan adanya aturan ini maka dapat membuka lebih banyak kesempatan untuk menggunakan TKA dan akan meningkatkan jumlah TKA yang datang ke Indonesia.

 

Perubahan terhadap ketentuan ini bukan secara serta merta akan membiarkan masuknya TKA ke Indonesia, yang dikhawatirkan akan membuat tidak tersedianya lapangan kerja bagi warga negara Indonesia itu sendiri. Omnibus Law tetap memberikan batasan sebagaimana telah disebutkan dalam Pasal 42 ayat (4) bahwa TKA yang dapat dipekerjakan di Indonesia hanya untuk hubungan kerja dalam jabatan tertentu serta dalam waktu tertentu dan harus memiliki kompetensi yang sesuai dengan jabatan yang akan diduduki. Ketentuan ini menunjukkan bahwa TKA yang akan bekerja di Indonesia hanya dapat menduduki jabatan tertentu dan untuk jangka waktu yang ditentukan pula. Terkait dengan kompetensi jabatan yang akan diduduki, belum jelas pengaturan sehubungan dengan penilaian kompetensi akan jabatan tersebut yang mungkin akan dijelaskan lebih lanjut dalam peraturan pelaksana dari Omnibus Law.

 

Dapat disimpulkan bahwa Omnibus Law telah sesuai dengan tujuannya untuk mempermudah investasi di Indonesia dengan memudahkan prosedur dan administrasi terkait penggunaan TKA di Indonesia. Proses penggunaan TKA di Indonesia telah dimudahkan dengan hanya membutuhkan RPTKA saja tanpa perlu lagi izin tertulis dari Menteri sebagaimana diatur dalam UU Ketenagakerjaan. Kewajiban akan RPTKA ini juga dikecualikan bagi tenaga kerja yang dibutuhkan dalam keadaan darurat, vokasi, start-up berbasis teknologi, kunjungan bisnis, dan penelitian, yang mana dapat memudahkan masuknya TKA ke Indonesia tanpa melalui proses yang berbelit-belit. Omnibus Law juga tetap memberikan batasan bahwa TKA di Indonesia hanya dapat menduduki jabatan tertentu untuk waktu tertentu serta harus memiliki kompetensi akan jabatan yang akan diduduki. Dengan adanya aturan terkati penggunaan TKA oleh Omnibus Law, diharapkan bahwa hal ini akan meningkatkan arus investasi di Indonesia, terutama dalam hal Penanaman Modal Asing. Penggunaan TKA di Indonesia ini juga harus diawasi dengan ketat oleh Pemerintah Pusat agar tidak menimbulkan kerugian bagi tenaga kerja warga negara Indonesia.

 

Tulisan ini dibuat oleh:

Andy R Wijaya

Partner

andy@resolva.law

 

Muhammad Farhan Darus

Associate

farhan.darus@resolva.law

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top